KISAH HIDUP PAK HARTO: BAGIAN 1

Sumber:

This biography article was made by me, about our country's Father of Development, Soeharto, The Second President of Indonesia. 

Please enjoy the story!

Soeharto dilahirkan di sebuah dusun di tengah-tengah sawah, salah satu kampung yang terdapat di Jawa Tengah. Letaknya di sebelah barat Kota Yogyakarta dan sejauh 37 km dari Candi Borobudur. Kampung Kemusuk, adalah bagian dari Desa Godean yang masih merupakan daerah yang sepi. Penduduk di sana berprofesi sebagai petani, setiap harinya menanam dan memotong padi.


Satu abad yang lalu di kampung Kemusuk, tinggal sepasang suami istri di sebuah rumah yang sederhana. Di sekelilingnya terdapat pekarangan yang penuh dengan berbagai macam pohon buah-buahan. Sebagian dari pekarangan ditanami sayur- sayuran untuk keperluan sehari-hari.


Suaminya dikenal sebagai Bapak Kertosudiro. Sedangkan istrinya bernama Nyonya Prawirohardjo, merupakan putri dari seorang penduduk yang bernama Kertoirono yang pada waktu itu menetap di Kemusuk Kidul. Namanya yang sebenarnya ialah Wagiyo. Baru setelah ia menikah namanya menjadi Kertorejo dengan panggilan Pak Kerto.


Pak Kerto selalu sibuk. la menyusuri pematang sawah yang lebarnya hanya seperti jalan setapak, memperhatikan bendungan air di parit, dan membagi air ke sawah-sawah. Sawah yang letaknya sedikit agak tinggi di mana air tidak sampai, ia meletakkan potongan bambu di bawah saluran air yang mengalir di sawah yang berdekatan, lalu air "memanjat" melewati polongan itu.


Pada suatu hari, waktu ia sedang memeriksa empang ia mendengar seseorang memanggil namanya. Seorang tetangganya datang berlari menuju ke arahnya dengan tergopoh-gopoh, dan menyatakan bahwa istrinya akan melahirkan.


Soeharto pada masa kecilnya menjalani kehidupan yang pahit dan penuh penderitaan. Belum umurnya 40 hari, karena suatu masalah di dalam keluarga, ibunya menyendiri dan tiba-tiba menghilang. Setelah beberapa lama barulah sang ibu ditemukan. Ternyata ia berada seorang diri di dalam kamar dari sebuah rumah Joglo yang besar. Pada mulanya tidak ada satupun warga menyangka sang ibu berada di dalam rumah itu. Waktu ditemukan keadaannya sungguh lemah, dan tidak mempunyai kekuatan lagi karena tidak makan dan minum selama beberapa waktu lamanya. Dalam keadaan ibunya yang seperti itu, Soeharto pun lalu dibawa ke rumah neneknya yang telah menolong ibunya pada saat melahirkan.


Soeharto kecil dari merangkak, kemudian belajar berjalan. Neneknya sangat senang mengajarkannya berdiri dan mengajarnya berjalan dengan menggunakan kilangan, yang ditancapkan ke tanah dan diberi pegangan. Dengan berpegang pada pegangan itu Soeharto kecil mulai melangkah.


Sesudah ia berumur 3 tahun, ia kembali tinggal bersama ibunya yang saat itu telah menikah kembali dengan seorang pria yang bernama Atmoprawiro. Setahun kemudian, lahirlah anaknya yang pertama dengan Pak Atmo, anak perempuan yang bernama Sukiyem. Setahun kemudian menyusul seorang anak lelaki, lalu disusul dengan adik-adik yang lain sampai semuanya berjumlah 7 orang bersaudara. Setiap harinya Soeharto bermain-main bersama adiknya di depan rumah, ataupun di pekarangan belakang.


Kadang-kadang ayah tiri Soeharto menggendongnya dan membawanya ke sawah. Sewaktu si ayah menggarap sawah, anak itu bersenang-senang dengan mencari belut di sawah. Kalau ia menangkap seekor belut, ia masukkannya ke dalam kantong celana, dibawanya pulang dan diberikan kepada ibunya.


Pada suatu hari, sekembalinya dari sawah, Soeharto pun bermain-main seperti biasanya bersama adik-adiknya di halaman. Arit yang diletakkan ayahnya di pinggir rumah kemudian secara tiba-tiba menarik perhatiannya, lalu dengan polosnya la bermain-main dengan arit itu. Malang baginya, arit itu tiba-tiba lepas dari tangkainya, jatuh melukai kakinya sehingga menimbulkan luka yang parah dan cukup dalam, sehingga menimbulkan tanda di kaki kanannya.


Tahun demi tahun anak itu menjadi besar dan tinggi. Kini ia menginjak usia 7 tahun; tiga tahun telah berlalu semenjak ia kembali tinggal bersama ibunya. Seperti anak -anak lain seumurannya, la gemar menunggangi kerbau. Pada suatu hari ayah kandungnya, datang membawakannya seekor kambing. Sejak itu Soeharto pun gambar menggembalakan kambing. Menggembala kambing baginya adalah pekerjaan yang menyenangkan, pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk mencari rumput, kembali pulang setelah seharian penuh berlarian dan bermain bersama teman-temannya.


To be continued to Part 2~

See ya!

Comments

Popular Posts