KISAH HIDUP PAK HARTO: BAGIAN 2
Welcome to Part 2~
Please enjoy!
Ketika dirinya mencapai umur 8 tahun, sudah waktunya ia masuk ke sekolah, karena di saat itu hanya anak-anak yang telah menginjak usia 8 tahun yang dapat diterima masuk sekolah rendah. Dahulu, sebagai tes bagi anak-anak yang hendak masuk sekolah, guru meminta anak tersebut mencapai telinga kirinya dengan tangan kanan melalui kepala. Hanya anak-anak yang tangannya panjang dan yang dapat memegang daun telinganya yang dapat diterima sekolah. Semua anak -anak pergi ke sekolah tanpa menggunakan sepatu dan berpakaian hampir sama dengan pakaian yang dipakai para guru, yakni memakai sarung batik dengan celana pendek di dalamnya.
Awalnya, la disekolahkan di Desa Puluhan, yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Mbah Atmosudiro, yang mana kedua orang tuanya pada waktu itu tinggal. Kemudian setelah ibu dan ayah tirinya pindah ke Kemusuk Kidul, ia pun turut pindah dan mulai bersekolah di Pedes. Ini adalah sekolahnya yang kedua. Tidak lama setelahnya, ia kembali meninggalkan sekolah keduanya ini karena ia terpaksa pindah ke rumah bibinya di Wuryantoro, namun setahun kemudian ia kembali ke Kemusuk dan bersekolah di Tiwir. Dengan itu Soeharto kecil sudah sebanyak 3 kali ia pindah sekolah.
Pada tahun 1929, di suatu pagi, Soeharto dipanggil oleh Mbah Trimodiryo. Tanpa disadarinya, di sana sudah berdiri ayah kandungnya, yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Setelah ia tiba di rumah Mbah Trimodiryo, ia diberitahu bahwa dirinya memiliki bibi yang telah menjadi istri seorang priyayi. Bibi itu ialah Nyonya Prawirohardjo, saudara sekandung Pak Kerto. Suaminya, Pak Prawirohardjo bekerja sebagai Mantri pertanian di Wuryantoro. Pak Kerto datang ke rumah Mbah Trimodiryo karena ingin membawa anak itu dari desa Kemusuk dan tinggal bersama bibinya di Wuryantoro. Soeharto menurut saja kepada ayahnya. Hal ini sengaja tidak diberitahukan pada sang ibu, karena kemungkinan besar tidak akan diizinkan. Hari itu juga ia meninggalkan Desa Kemusuk.
Soeharto kecil merasa sangat sedih karena harus meninggalkan kambing kesayangannya. Ia menghabiskan waktu bersama dengan kambing itu untuk yang terakhir kalinya. Kambing itu kemudian dijual di pasar desa itu. Hasil dari penjualan kambing itu kemudian dibelikan celana baru, sarung dan kemeja. Untuk pertama kali, Soeharto merasakan perbedaan nilai kasih sayang terhadap sesuatu yang dicintai dengan nilai ekonomis.
Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 1 Juni 1940, apa yang dinanti- nanti Soeharto begitu lama akhirnya datang juga ketika datang sepucuk surat resmi yang isinya cukup singkat. Isi dari surat itu, Soeharto harus segera melapor untuk dinas militer. Soeharto muda, dengan badannya yang tegap dan cerdas, diterima masuk Sekolah Militer di Gombong, Jawa Tengah.
Yang menggugah Soeharto untuk daftar masuk KNIL adalah keinginan yang besar untuk mengeksplorasi tanah airnya. Soeharto sama seperti pemuda-pemuda lain, la gemar mengembara dan ia berharap di dinas militer dapat memberikan kepadanya pengalaman mengembara. la pun menginginkan satu tempat di tengah masyarakat setelah sekian tahun lamanya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, hidup terpisah dari orang tua sendiri. Soeharto juga menginginkan suatu perubahan yang drastis dalam hidupnya, yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Selama 6 bulan lamanya, Soeharto mengikuti pelatihan militer di Sekolah Militer Gombong. Berlatih sepanjang hari, melakukan pekerjaan yang berbeda sekali dengan yang pernah dialaminya masa sekolah. Walaupun latihannya cukup berat dan sangat melelahkan, ia sangat senang dengan kehidupan barunya di kemiliteran dan menjadikan bidang militer sebagai lapangan hidupnya.
Setelah menyelesaikan latihan dasar militer, tanggal 2 Desember 1940 Soeharto melanjutkan pendidikan ke Sekolah Kader di Gombong. Setelah menyelesaikan Sekolah Kader, Soeharto ditempatkan di Batalyon XIII di Rampal, Jawa Timur. Pangkatnya naik menjadi kopral, la diangkat menjadi prajurit teladan dan dalam waktu singkat pangkatnya naik menjadi sersan. Karirnya yang cemerlang menjadi pembicaraan kawan-kawannya. Walaupun terdapat banyak prajurit di KNIL, namun kemudian setelah Indonesia merdeka banyak prajurit yang bergabung dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia dan hingga ada yang sampai mendapat kedudukan tinggi dalam Tentara Nasional Indonesia.
Comments
Post a Comment