MEMORI KISAH MASA KECILKU 3

BAB 3: KEMAH PERTAMA DI BUPERTA

Part 1


Ini cerita saat saya kemah kelas 5. Kami kemah bersama anak-anak dari sekolah lain. Kami mengambil tempat di Bumi Perkemahan Cibubur. Kami berangkat dari sekolah subuh-subuh. Peralatan yang tidak bisa kami bawa seperti ember, tongkat, ataupun karpet akan dibawa menggunakan mobil bak terbuka. Tetapi saat saya hendak menitipkan barang saya, mobil bak terbukanya sudah penuh. Jadi saya terpaksa membawa ember, karpet, dan tongkat sendiri. Kami naik bus ugal-ugalan ke BUPERTA. Beberapa teman saya ada yang mual, lalu muntah. Posisi duduk saya saat itu berada di dekat pintu. Apalagi pintunya tidak ditutup. Anginnya kencang sekali. Saya sempat mual, namun tidak muntah. Hanya sedikit pusing karena cara supirnya mengendarai bis ini. 

Setelah perjalanan yang panjang dan mengerikan, akhirnya kami sampai di BUPERTA. Disana sudah banyak bis dari sekolah lain. Banyak pula sekolah yang sudah mendirikan tendanya. Kami lalu sampai di sebuah lahan yang banyak pohonnya. Sepertinya kami berada di paling pinggir bumi perkemahan karena sebelah sana kami adalah lapangan yang sangat luas  dan banyak pohonnya, sudah seperti di hutan belantara. Lalu kami membangun tenda disana. Setelah itu kami menyapu bagian dalam tenda dan memasang karpet. Setelah itu kami menyusun tas kami dan menebarkan garam di luar tenda. Setelah itu kami disuruh menyapu lahan untuk kemah kami ini. Banyak sekali daun-daun kering dan sampah. 

Setelah selesai, langit sudah mulai gelap. Lalu kami disuruh mandi dan istirahat. Sepertinya tenda yang kami gunakan adalah tenda untuk tentara. Satu regu kami ada sekitar 12 orang. Saya tidak mengatakan tenda ini kecil, tetapi kalau dilihat-lihat, sepertinya kami akan tidur seperti teri dijemur. Dan benar saja. Malamnya kami sesak-sesakan di dalam. Tas kami gunakan untuk bantal, bahkan ada yang sempat-sempatnya membawa boneka. Ingin rasanya saya membuang boneka itu karena boneka itu menyempitkan kami. Di luar gelap karena tidak ada lampu jalanan. Di dalam juga sesak, apalagi hujan. Jadi kami tidak berani membuka pintu tenda karena takut basah. 

Malam itu saya tidur cepat. Sekitar jam 11 malam, kami sudah disuruh tidur. Lalu saya terbangun jam 2 pagi karena teman-teman seregu saya sangat berisik, membuat saya tidak bisa tidur lagi. Salah seorang kakak kelas mengeluarkan candaan yang receh dan terus menyanyi-nyanyi. Karena kami berisik, seorang anak dari tenda di seberang kami menyoroti kami dengan senter dan menyuruh kami untuk diam. Banyak pula anak dari tenda sebelah yang meneriaki dan menegur kami. Akhirnya salah seorang guru datang dan menyuruh kami tidur kembali. Namun sepertinya tidak bisa karena biangnya belum tidur.

Esoknya kami bangun, lalu mandi. Kamar mandi disini sangat kumuh dan penuh sesak dengan banyak orang. Kamar mandi ini berada di seberang lahan kemah. Antara kamar mandi dengan lahan kemah dibatasi jalanan tanah becek yang besar. Saya menenteng-nenteng ember dan gayung saya dari tenda. Pada saat saya memasuki kamar mandi, suasananya seperti di pasar. Gedoran pintu dan teriakan mendominasi suasana. Lantai kamar mandi banyak tanah dan licin. Di dinding-dindingnya ada banyak sarang laba-laba dan siput. Ih.. menjijikan. 

Setengah jam kemudian, saya berhasil masuk kamar mandi. Tadinya saya berencana tidak mau mandi, hanya cuci muka dan gosok gigi saja. Tetapi sepertinya kegiatan panjang di hari ini tidak mendukung rencana saya. Waktu mandi hanya tinggal 10 menit lagi, dan saya belum siap-siap. Masih banyak orang yang menunggu antrian di luar. Huh.. kamar mandi ini buruk sekali. Disini saya mandi dengan hewan-hewan yang tidak diundang. Ada siput, kecoa, nyamuk, semut, lalat, cacing, kelabang, dan segala macam. Saya tidak bisa mandi dengan tenang karena pintu saya tidak ada selotannya dan terus digedor-gedor. Saya jadi harus menjaga pintu saya sambil mandi. 

Saya sedang memakai baju ketika mendengar sirene dari luar. Saya cepat-cepat keluar kamar mandi. Waktunya sudah habis, sedangkan saya belum memakai atribut lengkap. Dasi saya secara ajaib hilang dan saya temukan di belakang tenda. Lalu kaos kaki saya berceceran antara satu dengan yang lainnya. Ring saya juga hilang, jadi saya mengikat dasi saya dengan karet yang saya temukan di luar tenda. Untunglah topi saya aman karena saya menaruhnya di dalam tas. Sedangkan barang-barang lain yang hilang itu tadinya saya taruh di ember, lalu saya taruh di dekat tas saya karena embernya saya pakai untuk mandi. Secara logika, dasi adalah benda mati dan dia tidak bisa bergerak sendiri. Paling tidak kalau hilang kan bisa ditemukan di pintu tenda ataupun di dekat tas teman saya yang lainnya. Tapi kenapa tiba-tiba dasi ini bisa bergerak jauh sampai ke belakang tenda. Ada orang yang tidak bertanggungjawab disini. Saya lalu mengamankan semua benda saya di dalam tas sebelum ke lapangan utama untuk mengikuti upacara pembukaan. 

Saat saya sampai, sudah banyak sekolah yang menunggu disana. Ya, kami mengikuti upacara pembukaan bersama. Tujuan dari kemah ini adalah mengeratkan persaudaraan antar sekolah Strada. Kemah ini diikuti 7 sekolah Strada se-kota Bekasi. Terik matahari serasa membakar tubuh saya saat saya sampai disana. Perjalanan dari lahan kemah kami ke lapangan utama cukup jauh. Lapangan utama berada di tengah-tengah bumi perkemahan, sedangkan lahan kemah kami berada di pinggir bumi perkemahan. Lapangan ini adalah lapangan tanah merah yang gersang dan luas. Pohon di lapangan tidak ada, adanya di pinggir lapangan. Upacara ini berlangsung selama lebih dari sejam, karena lamanya amanat dan nyanyi-nyanyi. Di regu saya yang awalnya ada 12 orang, hanya bertahan 2 orang karena yang lain pada pingsan. Bahkan ketuanya saja terlihat lemas, setelah itu ia mundur ke belakang. Lapangan yang tadinya penuh sesak dan sumpek jadi terlihat sepi karena berkurangnya orang. Pinggir lapangan jadi ramai karena banyaknya siswa yang tiduran disana. 

Setelah upacara, ada acara pentas seni. Disini kami, tiap sekolah menunjukkan kebolehan kami. Ada sekolah yang memainkan alat musik angklung, band, tari tradisional, modern dance, nyanyi keroncong, ataupun juga ada yang membaca puisi. Semua penampilan mereka sangat menarik. Saya menontonnya dari pinggir lapangan yang teduh bersama teman-teman saya. Kami diberi segelas es buah yang menyegarkan sambil menonton penampilan. Tibalah saatnya sekolah kami yang tampil. Kami menampilkan tari ondel-ondel. Semuanya ikut menari, termasuk bapak dan ibu guru untuk memeriahkan. Saya tidak begitu hafal tari ondel-ondel ini karena saya tidak pernah memerhatikan instruksi bapak ibu guru selama latihan. Saya hanya fokus mendengarkan lagunya, bukan ikut menari. Menurut saya, ini adalah penampilan terhancur dibandingkan sekolah lainnya. Walau gerakan kami kacau, tetapi kami semua bersenang-senang. Itulah hal yang terpenting dari kegiatan ini. 



Comments

Popular Posts