MEMORI KISAH MASA KECILKU 5
BAB 3 Part 3
Saya penasaran dan bertanya padanya apa saja yang dia rasakan selama jurit malam. Dia bilang jurit malamnya sangat menegangkan. Mereka tidak diperbolehkan membawa senter dan harus tetap berpegangan pada bahu orang di depannya selama jurit malam berjalan. Seorang teman kami, Nadia melihat ada penampakan di depan toilet seberang, tempat start mereka. Lalu teman kami, Davin juga melihat penampakan di atas pohon. Dia nekat membawa senter dan tak sengaja menyorotnya ke atas pohon, jadi Davin bisa melihatnya dengan jelas. Dan juga ada kesaksian dari Pasya. Dia berada di paling belakang selama jurit malam. Hanya ada satu guru penjaga, yaitu Pak Kris yang menuntun jalan di depan, sedangkan di belakang tak ada siapa-siapa. Pasya merasa ada yang memegang bahunya di belakang. Padahal rasanya itu tak mungkin karena dialah orang paling belakang. Dia tidak tahu siapa yang memegang, apakah temannya atau bukan karena jalanannya gelap. Awalnya dia tidak peduli dan membiarkannya saja. Dia baru menyadarinya setelah sampai kembali ke tenda kalau di belakangnya tidak ada siapa-siapa. Cukup menyeramkan sih cerita-cerita mereka. Jurit malam ini adalah acara yang paling saya tunggu-tunggu dari awal kemah. Saya sangat menyesal karena ketiduran awalnya, namun sekarang saya merasa beruntung karena tidak ikut jurit malam. Bisa-bisa saya trauma.
Kami berjalan bersama untuk mengikuti ibadat di kapel dekat sini. Kapel ini jaraknya tidak sejauh lapangan utama. Kami melewati jalan yang menurun dan curam, jadi kami harus berhati-hati karena tanahnya becek setelah hujan semalam. Dibawah suasananya sepi sekali. Untung saja sekarang sudah terang, kalau malam rasanya mencekam. Lalu ditengah-tengah lahan berumput tinggi seberang kapel, ada gubuk reyot dan warung yang tutup. Seram, pikir saya. Lalu kami duduk berdesak-sesakan di kapel yang sempit itu. Saya tidak kebagian duduk di lantai kapel, jadi saya dan teman-teman saya duduk di tanah, dilapisi terpal.
Selama ibadat, hal yang paling saya khawatirkan adalah bau pesing ini. Dari saya keluar tenda tadi, sudah ada lebih dari 10 orang yang menyadarinya. Saya hanya terus megipas-ngipasi rok saya yang lembab karena basah. Yang paling menarik dari ibadat ini adalah kotbah pastornya. Dia adalah seorang pastor yang baru ditahbiskan dan juga alumni SD Strada Nawar. Cerita semasa kecilnya menginspirasi kami semua. Dia bilang dulu dia adalah anak yang bandel, susah dinasihati, sering telat, bodoh, dan pemalas. Namun semuanya perlahan berubah ketika ia masuk ke seminari. Nilai yang bisa saya ambil adalah kedisiplinan merubah segalanya. Darinya, saya belajar untuk disiplin. Dia adalah pastor yang seru, yang suka mengajak kami bercanda dan mengobrol. Setelah ibadat itu, kami kembali ke kemah masing-masing.
Acara terakhir di kemah kali ini adalah game, sebelum upacara penutup. Sebelum game, kami diberi sarapan. Sarapan kali ini sepertinya lebih berkelas. Nasi box yang lumayan besar boxnya, dengan stampel dari rumah makan entah apa namanya di tutupnya. Ketika saya buka, isinya sedikit sekali. Isinya hanyalah nasi seukuran cup agar-agar, sayur capcay, ayam, dan krupuk. Nasinya keras, ayamnya bagian paha dan kecil, dalamnya dagingnya masih merah dan masih ada darahnya. Lalu krupuknya keras, seperti bantet dan tidak enak. Sayurannya baunya asam, seperti sudah basi. Saya merasa eneg dan membuangnya. Akhirnya saya hanya makan krupuk pagi itu, daripada tidak makan. Ada-ada saja sih makanan di kemah ini. Kenapa tidak ada acara masak sendiri saja seperti kemah tahun lalu. Kemah tahun lalu sampai ada yang membawa arang, alat untuk bakar-bakar, kompor portable, gas, kompor gas, sampai piring sendok garpunya. Maklum, tahun lalu kemah di sekolah. Lagipula kalau kami disuruh bawa seperti itu, itu akan semakin memberatkan bawaan kami saja.
Setelah acara makan-makan, kami lalu berkumpul di depan tenda guru untuk memulai game. Disana sudah dipasang palang untuk tiap regu. Lalu kami membentuk barisan. Setelah sudah dirasa rapi, kami duduk untuk mendengarkan pengarahan dari bapak ibu guru tentang game kali ini. Game pertama adalah bakiak untuk perempuan. Lalu game kedua ada enggrang untuk laki-laki. Masing-masing game ini terdiri dari 5 babak, sudah termasuk babak semifinal dan final. Saya tidak ikut bermain. Hanya 5 orang perwakilan dari regu saya saja yang bermain bakiak. Kami melawan regu Sakura, regu yang selalu kompak dan mempunyai banyak prestasi di tiap game. Berbeda dengan regu saya yang selalu kalah di awal-awal. Sayangnya kami kalah lagi kali ini karena salah satu anggota kami ada yang kesandung, lalu jatuh. Dengkulnya berdarah. Tetapi game ini sangat menyenangkan. Kami sangat menikmatinya dan kami ingin memainkan game ini lagi. Sungguh, memang hanya regu saya yang tidak punya prestasi sama sekali. Kami memang sering memainkan game, tetapi dari sekian banyak game, tidak ada gelar juara yang kami peroleh. Akhirnya regu kami terlempar jauh dari yang namanya Piala Regu Tersolid. Kami tak mungkin mendapatkannya, mengingat kami adalah regu gadungan.
Setelah ini kami pergi ke lapangan utama untuk mengikuti upacara penutup. Upacara kali ini tidak selama upacara pembuka, jadi tidak banyak yang pingsan. Di akhir upacara, kami semua disuruh duduk. Padahal pikiran saya sudah mau kembali ke tenda saja. Namun sayangnya nasib berkata lain. Kami lagi-lagi diberi ceramah yang tidak menyenangkan selama setengah jam. Disini sangat panas dan gersang. Saya sudah tak tahan lagi untuk kembali ke tenda.
Saat kami kembali ke lahan kemah, kami disuruh untuk segera beres-beres. Saya dan lainnya melipat karpet dan kembali melipat tendanya. Akhirnya saya kembali ke rumah juga. Sungguh perkemahan 3 hari 2 malam yang menyenangkan sekaligus menyengsarakan. Di sisi lain saya jadi trauma kemah, namun saya merasa senang. Saat saya hendak menitipkan ember dan tongkat saya ke mobil bak terbuka, lagi-lagi saya terlambat. Mobil bak sudah penuh. Saya jadi terpaksa harus menenteng-nenteng ember lagi. Saya lihat yang lainnya tidak ada yang menenteng-nenteng ember seperti saya. Memang hanya saya yang kerajinan disini. Sebelum menaiki bis, kami diberi makanan yang enak; hoka-hoka bento. Ingin sekali rasanya saya menjerit. Kenapa tidak dari dulu sih??!
Kami lagi-lagi pulang menggunakan bis ugal-ugalan yang sama persis. Begitu pun dengan tempat duduk saya yang sama persis di depan pintu yang terbuka. Di perjalanan pulang ini tidak terasa karena saya mengobrol dengan kakak kelas di samping saya tentang kemah. Dia bilang kemah kali ini seru. Ya, saya juga mengakuinya, walaupun agak ngeselin karena kencing kucing itu. Kami banyak mengobrol hingga tak terasa kami sampai di sekolah. Kami sampai disana sekitar jam 5 sore. Kakek saya sudah menunggu saya. Saya dehidrasi karena air di botol minum saya sudah habis. Akhirnya saya membeli di warung dekat sekolah. Saat perjalanan pulang, langit sudah mulai gelap. Sungguh pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Lelah, tentu saja. Namun saya senang.
Comments
Post a Comment