SEJARAH WADUK JATILUHUR
Bendungan adalah setiap penahan buatan yang dapat menampung air. Berdasarkan ukurannya Bendungan Jatiluhur termasuk ke dalam bendungan besar.
Air yang ditampung bendungan digunakan untuk irigasi, pasok air baku untuk air minum, industri dan perkotaan, perikanan serta pembangkitan listrik. Manfaat lain bendungan adalah untuk pengendalian banjir dan pariwisata.
Setelah Perang Dunia Kedua, pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan pembangunan bendungan besar di utara Provinsi Jawa Barat, untuk memenuhi penyediaan pangan dan listrik.
Bendungan ini dinamakan Bendungan dan Pembangkit Listrik Juanda, sebagai kenang-kenangan atas peran Perdana Menteri terakhir Indonesia Ir. H. Djuanda dalam pembangunan Bendungan Jatiluhur
Gagasan pembangunan bendungan di Sungai Citarum sudah dimulai pada abad ke-19 oleh para ahli pengairan pada waktu itu dengan telah dilakukannya survey topografi dan hidrologi.
Gagasan pembangunan tersebut kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein, ahli pangairan Belanda pada tahun 1950.
Gagasan Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein dikaji ulang oleh Ir. Van Scravendijk tahun 1955. Gagasan ini kemudian dilengkapi oleh Ir. Abdullah Angudi tahun 1960 melalui nota pengelolaan sehingga menjadi Rencana Induk Pengembangan Proyek Serbaguna Jatiluhur.
Bendungan Jatiluhur merupakan bendungan terbesar di Indonesia, membendung aliran Sungai Citarum di Kecamatan Jatiluhur - Kabupaten Purwakarta - Provinsi Jawa Barat, membentuk waduk dengan genangan seluas ± 83 km².
Peresmian Waduk Jatiluhur dilakukan oleh Presiden RI Kedua Jenderal Soeharto pada tanggal 26 Agustus 1967. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan Bendungan Ir. H. Djuanda hingga selesai adalah US$ 230 juta.
Masa pembangunan Proyek Jatiluhur juga unik, sebab sempat mengalami sembilan kali pergantian kabinet dari Kabinet Karya Tahun 1957 sampai Kabinet Ampera Tahun 1967.
Namun demikian pada saat peresmian Bendungan Jatiluhur oleh Presiden Soeharto, pekerjaan masih belum selesai seratus persen.
Genangan yang terjadi akibat pembangunan Bendungan Jatiluhur menenggelamkan 14 Desa dengan penduduk berjumlah 5.002 orang. Penduduk tersebut kemudian sebagian dipindahkan ke daerah sekitar bendungan dan sebagian lainnya pindah ke Kabupaten Karawang.
Comments
Post a Comment