Sakura Kehidupanku
Sakura Kehidupanku
Oleh: Tessalonika
Shinta Ratriani
Hari ini adalah hari yang terik di musim
panas. Aku tidak menyangka musim panas di Kyoto akan sepanas ini. Penugasanku
untuk mengawal rombongan presiden yang berkunjung ke Kedutaan Besar Indonesia
di Jepang kali ini cukup panjang. Sebelumnya aku memang sering dibawa mengawal
menjadi dokter pribadi Bapak, namun kali ini kurasa adalah yang terlama. Sudah hampir
sebulan aku di sini. Dan syukurnya, Bapak memberikan kami waktu untuk libur
sejenak. Aku bukan tipe orang yang suka jalan-jalan, namun kali ini tidak
mungkin ‘kan aku melewatkan kesempatan jalan-jalan gratis di Kyoto?
Aku tidak pernah berpikir jika sebetulnya
Kyoto itu sangat indah. Ya, aku sering mendengarnya, namun jujur aku belum
pernah pergi ke luar negeri seumur hidupku. Apa mungkin karena aku menghabiskan
masa mudaku di asrama sehingga sedikit terbatasi untuk berinteraksi dengan
dunia luar? Kyoto terkenal dengan kota seribu kuil. Maka tak heran, kemanapun
aku pergi, aku akan melihat kuil. Sebuah kuil di atas bukit menarik perhatianku.
Bukit.. itu mengingatkanku akan suatu tempat di masa lalu. Tak terasa, kakiku
membawaku melangkah menyusuri satu per satu anak tangga menuju kuil di atas
bukit. Entah kenapa, sekelebat memori melintas di kepalaku, tentang suatu hal
yang mungkin kulupakan di masa lalu, dan hal itu memaksa untuk muncul kembali.
Aku benci mengingat kisah ini karena aku merasa
diriku begitu tua. Aku Tessalonika Shinta Ratriani, seorang gadis yang terlewat
biasa dari Bekasi, sebuah kota metropolitan di Pulau Jawa. Aku hanya suka berdiam
diri di rumah. Rumah keduaku adalah sekolah, tempat les, dan tempat bimbel,
tidak ada yang lain. Kupikir, apa yang menarik dari seorang gadis rumahan yang no life? Bukan apa-apa. Bagiku masa muda
harus diisi dengan hal yang berguna seperti belajar dan bermain adalah hal yang
kurang penting. Tak heran, aku menjadi lulusan terbaik di SMA dan melanjutkan
pendidikanku ke jurusan yang menjadi impianku juga impian banyak orang,
Kedokteran.
Ada satu waktu dimana kala itu aku sangat
menyesali keputusanku. Kala itu, aku masih tingkat 1, masa-masa aku mencari jati
diri, mencari kebenaran kehidupan, dan mencari tujuan aku diciptakan di dunia
ini. Masa yang menurutku paling berat di hidupku, apalagi sebagai mahasiswa
kedokteran dengan tekanan studi begitu berat. Organisasi Mahasiswa Kedokteran
di kampusku, CIMSA mengirimkan beberapa delegasi untuk mengikuti sebuah event jambore.
Aku dengan segala kekeraskepalaanku menolak keras untuk terlibat dalam event
itu karena aku ingin fokus dengan akademikku dahulu. Namun aku tidak dapat
menolaknya karena jabatanku di CIMSA. Ah,
ya sudah, pikirku.
Hari itu adalah sebuah hari di bulan April
yang panas, untuk pertama kalinya, aku bertemu dengannya, di sebuah event bonding CIMSA bersama kampus lain
di Jakarta. Kupikir acara itu akan membosankan dan aku mungkin akan kabur di
pertengahan acara. Namun kehadiran orang itu tiba-tiba membuatku mengurungkan
niatku. Dia yang menghampiriku saat sesi makan siang dan kami saling berkenalan,
menceritakan hal random yang tidak
jelas arahnya ke mana, sampai menceritakan tentang Kyoto, kota yang pernah
dikunjunginya pada liburan semester lalu. Aku yang awalnya tidak tertarik
menjadi sedikit tertarik mendengar cara berceritanya yang sangat luwes hingga
kami tidak sadar menghabiskan waktu untuk bercerita.
Entah kenapa, pertemuan dengannya hari itu sangat membekas di ingatanku. Segala hal tentang Jepang pasti teringat akan dirinya. Kuil ini sangat persis dengan gambar kuil yang pernah dia tunjukkan kepadaku dulu. Musim panas yang kurasa sama seperti hari itu, hari yang sangat panas di bulan April. Bukankah hal itu sudah lama sekali? Sebuah suara dering telepon mengalihkan atensiku ke ponselku. Tanpa melihat nama kontaknya terlebih dahulu, aku asal saja menerima telepon itu. “Selamat Ulang Tahun untuk Kak Tessa. Semoga kakak sehat selalu, panjang umurnya, membanggakan kedua orangtua, negara, bangsa, tambah keren, tambah still, apapun cita-cita yang diinginkan tercapai, dilancarkan studinya, dimudahkan segala urusan, diberikan kesuksesan selalu, diberikan kekuatan untuk menjalani hari-hari ke depannya. Pokoknya Wish You All the Best. Amin.” Ah, ternyata adik asuhku bersama teman letting-nya menelepon dari daerah penugasannya di ujung timur Indonesia. Oh iya, aku bahkan lupa hari ini ulang tahunku. Sebuah kesempatan langka ketika kamu berulang tahun di Negeri Sakura kan? Aku jadi ingat perkataan kakak asuhku, “Jadilah seperti Sakura yang mekar dan indah pada waktunya.”
Comments
Post a Comment